Selasa, 06 April 2010

Perkenalan Dengan Street Photography

Karenanya saya percaya kalau fotografi itu adalah seni melihat dan ruang publik adalah tempat di mana Tuhan selalu menyelipkan momen ajaib di setiap detiknya.




Street photography, suatu genre fotografi yang lagi terngiang-ngiang terus di pikiran saya setahun ini dan mulai menjalar turun ke hati. Pelan-pelan saya temui foto-foto yang membuat saya reflek kaget, “WOW!! ini sangat brilian, ada seuntai garis bayangan dan diatasnya dua orang berjalan, seolah bayangan itu ialah jembatan, lalu ada lagi sepasang kekasih bermesraan di semacam bangku penonton yang berjejer rapih, dan disudut lainya ada seorang tua yang terlihat memelas, seolah di dalamnya bercerita semacam drama percintaan, bagaimana bisa mendapat momen seperti ini, dan ditempat mana foto-foto ini diambil?”. Yah itulah street photography, semua adegan dalam foto itu terjadi jalan-jalan kota, di tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, pantai, museum, trotoar jalan, dan setiap sisi kota lainya.

Rasa penasaran saya berlanjut, bertemu lah saya dengan salah satu buku elektronik Street Photography For the Purist yang ditulis oleh Chris Week, seorang fotografer street yang cukup ternama sepertinya. Melalui forum-forum fotografi di dunia maya, saya mulai menguak tentang genre foto yang satu ini. Juga saya menemukan Unposed.org, suatu wadah para penikmat dan pegelut street photography di Indonesia, rasanya ingin langsung gabung ketika lihat komunitas ini.

Street photography tidak terbatas pada jalanan, aspal, kendaraan bermotor, dan lalu lalangnya, melainkan lebih luas dari itu, kehidupan, dan segala interaksi yang terjadi didalamnya, yah street photography itu mengenai Interaksi, dan di jalanan atau lebih luas diartikan sebagai tempat umum adalah tempat interaksi-interaksi itu terjadi. Untuk menjadi seorang street photographer kita harus bisa menjadi bagian dari lingkungan sekitar kita, mengamati setiap hal yang ada, dari mulai garis, bayangan, bentuk dari suatu benda, manusia, dan segala unsur kehidupan. Sudah pasti dengan kamera SLR dengan lensa range 300mm kita tidak akan mendapatkan “feel” dari kehidupan sekitar, majulah mendekat!



Tidak seperti genre fotografi lainya seperti landscape dan foto model, dalam street photography semua foto didapat secara candid, tidak terencana. Jika dalam memotret landscape atau model kita harus memperhatikan detil dari objek yang akan kita foto. Kita pasti sebelumnya sudah tahu seluk beluk daerah yang akan kita datangi itu, kalau dalam foto model kita pun sudah tau seperti apa penampilan dari si model, apa yang akan dipakai, dan dia bagus untuk difoto dari suatu angel tertentu misalnya. Selain itu objek foto kita pun cenderung statis, tidak bergerak, tinggal mencari angel yang tepat, lalu jepret dengan teknis yang sempurna. Sedangkan di jalanan, tidak ada yang bisa kita lakukan, bahkan seorang koreografer pun tidak mungkin mengatur bagaimana orang-orang harus berjalan, juga tidak ada properti yang tersusun membentuk komposisi sesuai keinginan kita, kita hanyalah penonton, kita hanyalah pejalan kaki, yang dapat kita kontrol hanya lah panca indera kita.



Kalau melihat dari foto-foto om Affandi Agoes, salah satu pegiat foto di ruang publik, selalu menampilkan foto-foto yang unik hasil ekplorasi dan eksperimennya terhadap garis, bayangan, bayangan, refleksi dan kontras. Sangat cerdas, selalu membuat saya terkagum-kagum. Coba liat foto yang judulnya, hmmm, argh hampir semua fotonya Untitled, pokoknya ada satu foto yang menampilkan seseorang yang seolah-olah terjepit oleh bayangan dari bangunan-bangunan sekitar, sungguh pengamatan yang luar biasa.

Dalam street photography kejelian atau intuisi kita lah yang ditantang, intuisi untuk bisa memahami melalui melihat hal-hal yang ada di sekitar kita, lalu bereaksi ketika melihat objek menarik disaat momen yang menarik pula, lalu dapatlah kita foto yang “ajaib” itu. Elliot Erwitt, salah seorang legenda street photographer asalPerancis pernah berkata, “As a photographer you have to be invisible.” Seorang street photographer yang pandai tidak akan merusak ritme dari kehidupan yang ada disekitar mereka, tetap bergerak seolah-olah tidak ada kita disana.


Begitu juga ketika kita melihat foto-foto street, jika kita tidak memiliki imajinasi yang liat, tidak punya kepekaaan sosial, ketelitian, juga rasa humor maka kita tidak akan bisa memahami apa yang terbingkai, lebih baik hentikan niatmu untuk bertanya “POI nya apa ya?”

Lalu kenapa itu hitam putih?

Kebanyak dari foto-foto street memang dibalut dengan tonal hitam-putih. Alasannya ialah Dengan hitam putih kita lebih bisa mengekspose garis, bayangan, teksture serta komposisi. Selain itu, kesedehanaan dari hitam-putih itu membuat foto menjadi ringan. Dilain hal hitam-putih akan menguatkan karakter sehingga menampilkan kesan elegan dan artistik.

Sekilas memang hitam-putih menjadi sebuah identitas bagi setiap street photographer, namun itu tidaklah benar. Menurut saya pribadi hitam-putih adalah cara untuk menunjukan kesederhanaan, masalah kesan artistik adalah urusan nomor dua.

So, jangan terlalu mengidentikkan foto street itu cuma mengedepankan ke-BWannya. Liat lah lebih dalam, warnai tiap inchi dari foto itu dengan imajinasimu.

Jika kalian percaya kalau foto itu bisa berbicara, maka kalian butuh imajinasi untuk bisa mendengarnya. Selamat menikmati keajaiban-keajaiban di sepanjang jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar